Postingan

Ciuman Terakhir

Ciuman Terakhir Dia adalah kekasih nenekku Kekasih yang telah menemaninya selama 50 tahun atau lebih lama dari itu Tanpa bosan menguasai dirinya untuk berpaling Setia Dia adalah ayah dari ibuku Ayah yang telah rela memeras keringat untuk kehidupannya Tak pernah amarah menguasai raganya murka membabi buta Bersahaja Dia adalah kakek dari diriku Kakek yang selalu ku rindu untuk berjumpa dengannya Dengan tiada jenuh merajai nuraninya Penyabar Dingin Menetap mengendap dalam pipiku Menyebar merampas kuat dari ragaku Ciuman terakhit menjelma menjadi lemas menguasai Sedih Kelopak mata tak mampu membendung badai yang sebelumnya mengendap Basah membanjiri halaman wajah kusut sembraut Pilu melanda jiwa Sakit Merobek mimpi yang sedang ku renda dikala jumpa Disuguhi raga yang tak lagi bernyawa Tanpa nadi yang berdetak karna jantung berhenti memompa Tuhan Luaskan tempat dimana dia berasal dan manusia seluruhnya berasal Ampuni dosa

SURAT UNTUK SESEORANG

Gambar
SURAT UNTUK SESEORANG Teruntuk seseorang yang menyayangiku dalam diam Teruntuk seseorang yang mendukungku dalam doa Teruntuk seseorang yang menasihatiku dalam tatapan Teruntuk seseorang yang memperjuangkanku dalam kesibukan Untukmu seseorangku Seseorang yang jarang sekali berbincang Tapi aku tahu dalam diamnya tersimpan beribu doa untuk kebaikanku Dalam diamnya tersimpan berbagai harapan untuk kehidupanku Kau yang pernah membisikan sesuatu pada telingaku sesaat setelah aku lahir Kau yang pertamakali memperkenalkanku pada Dia yang maha sempurna Kau yang dalam sebuah hadits disebutkan sebagai seseorang yang harus aku muliakan setelah ibuku Meskipun kau dimuliakan setelah ibuku tetapi bukan berarti kau yang kedua, kau tetap yang pertama yang bersanding dengan ibuku Maafkan aku yang mungkin belum bisa memberikan kebahagiaan untukmu Maafkan aku yang masih sering kali mengeluh dengan tugasku Maafkan aku yang sering kali lupa akan kewajibanku kepadamu Maa

Bergilir

Bergilir Aku berjalan mengiringi kepergiannya, terisak menyesakan. Dingin pipinya masih terasa nyata pada kulitku, pipinya yang memutih, matanya terpejam seperti sedang tertidur lelap, sangat lelap. Tak pernah tergambar ada kesulitan dalam hidupnya, seperti selalu berbahagia. Wajahnya bercahaya, cahaya yang sebelumnya mata ini tak pernah melihat akan hal itu. Sulit ku rasa untuk menerima kejadian 2 tahun silam. Sakit, sedih sangat memilukan, aku tak pernah membayangkan dia akan pergi secepat ini, pergi saat aku berada jauh dari sisinya, saat aku telah lama tak betatap muka dengannya. Dan sekarang –saat itu- saat aku pulang, aku disuguhi dengan raga yang tak lagi bernyawa berbaring di depan mata. Seketika itu juga otakku memunculkan beragam pertanyaan, nyatakah ini?, apakan aku sedang bermimpi?, apa yang terjadi? Dan pertanyaan-pertanyaan lain yang aku tak sanggup untuk menjawabnya. Semua kenangan yang telah aku lalui bersamanya tiba-tiba berseliweran silih berganti, dari satu ken

Dirimu Yang Baru

Dirimu Yang Baru Ini tentang kita yang telah lama tak bersua, meski hanya bertemu suara dalam dering telpon. Aku dan kamu seorang yang telah berubah dari sejak kita bertemu. Ya saat kita bertemu bertatap muka 1 tahun silam, pada hari dimana aku dan mereka kawan kita mengajakmu untuk berkumpul bersama, hanya untuk sekedar bertukar cerita saling berpandang mata untuk beberapa saat, dan kau menolak ajakan kami. Kau beralasan sedang tidak enak badan. Kini sejak saat itu, kita berjumpa kembali lewat pesan yang kau kirim kepadaku lewat sosial media, pesan itu berbunyi seperti ini “ini Hilma?” tentu saja ku jawab ya, karna memang benar namaku Hilma. Dan kini pesan itu membawa kita pada pesan-pesan selanjutnya, pesan yang memberikan kesan bagiku bahwa kau telah berubah, dirimu telah berubah. Dirimu yang dulu aku kenal sangat nakal, berandal ingusan yang suka nongkrong pinggir jalan gak karuan kini telah menjelma menjadi seorang laki-laki bijak yang aku tak pernah sangka. Luar Biasa...!

Menagih Janji Pada Diri

Gambar
Menagih Janji Pada Diri Sekarang aku lebih suka menyibukan diri dalam ruang sempit ini. Aku sedang berusaha memenuhi janji yang pernah ku buat dengan diri. Dulu, aku pernah membuat perjanjian pada diri, bahwa sebagian waktu yang ku miliki harus aku gunakan untuk menulis dan membaca. Tapi aku pernah mengabaikan janji itu, padahal aku tak menyukai pengabaian dari orang lain. Aku berfikir kembali bagaimana bisa orang lain tak mengabaikanku jika aku sendiri mengabaikan janji yang dibuat diri. Hari ini, ku buat lagi perjanjian pada diri. Aku membuatnya dengan lebih sakral, ditulis dalam sebuah kertas dengan dibubuhi materai dan tanda tangan, tak seperti dulu. Perjanjian pertama yang aku buat dengan menempelkan poster pada pintu kamar dengan tulisan besar “sisihkan waktu untuk membaca dan menulis”. Alasan aku menempel poster pada pintu kamar tidak lain untuk mengingatkanku pada janji, karna itu aku dapat melihatnya setiap akan memasuki kamar. Tapi, mata ini senang sekali berpura-

Aku Berharap Kau Membacanya 2 (Catatan Harian)

Gambar
Aku Berharap Kau Membaca Ini  2 Hari ini, entah hari keberapa aku dan kau tak saling bercengkrama. 2 minggu? Atau 20 hari?, entahlah yang pasti ini tidak 20 tahun. Aku msih berusaha memperbaiki hubungan kita. Perbaikan hubungan memang terlihat klise bukan?, dan akupun tak tahu apa yang rusak sehingga perlu untuk di perbaiki. Tapi sungguh, aku sedang melakukan itu. Aku mencoba mengkompromikan hati dengan otak seperti yang sudah ku ceritakan sebelumnya. Aku mulai mengunjungi tempatmu tinggal, mulai mengajakmu bicara, miski sebenarnya aku kebingungan memilih kata untuk memulai percakapan. Hari ini pun aku mengunjungi kamar mu lagi, kamar yang berukuran kira-kira 2x3 m. Itu, tepat di sebelah kampus kita. Aku berpura-pura sedang mencari buku untuk bahan tugas, kebetulan perpustakaannya tutup untuk istirahat, bukan perpustakaannya yang istirahat tapi penjaga perpustakaan, itu adalah alasan yang ku buat ketika kau tanya ada keperluan apa pergi ke kampus dan ikut singgah untuk menung

Aku Berharap Kau Membacanya (Catatan Harian)

Gambar
Aku Berharap Kau Membaca Ini Aku mulai kisah kita dengan suatu hari, ya suatu hari sepertinya lebih cocok untuk memaparkan perjalanan kita. Suatu hari yang mungkin saja kau lupa itu kapan, hari apa, tanggal berapa, tahun berapa, detik tak perlu di ungkap kau takan tahu. Hari itu, hari dimana aku dan kau mulai berjumpa dan awal untuk perjumpaan kita selanjutnya, selanjutnya, selanjutnya dan selanjutnya entah sampai kapan. Hari itu kita berjumpa di suatu tempat yang tak asing lagi untuk kita sekarang, tempat yang mereka bilang tempat terbening sedunia akhirat. Bagaimana tidak? Tempat ini berada diantara sawah-sawah hijau yang terhampar luas, setiap harinya merekah menguning dan merunduk menandakan penghuni sawah siap dipanen. Tempat itu adalah kampus kita, kita, aku dan kau, mereka juga. Sebelumnya aku tak pernah mengenal kau, apalagi mempikan kau, tak pernah. Sekarang kita saling mengenal, saling menyapa, hingga beberapa waktu lamanya, 20 bulan mungkin, aku tak tahu. Tapi sa